Siti Badriyah*

*Magister Manajemen Universitas Tanjungpura Pontianak

*Pustakawan Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat

sbadriysip@gmail.com

Literasi produk generasi millenial mempunyai peran penting sebagai modal utama mengahadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Literasi produk generasi millenial merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Dengan peningkatan SDM maka akan mempunyai unsur positif terhadap pembangunan dan pengembangan pertumbuhan ekonomi negara. Unsur positif SDM ini akan menjadi sangat penting dan bersifat sebagai unsur pokok kemajuan berkompetisi suatu negara. Secara teknis analisis dalam penelitian ini melibatkan interpretasi dengan pendekatan penalaran kritis yaitu pendekatan kualitatif. Literasi produk sangat mempengaruhi hasil dari wawasan dan budaya konsumtif generasi millenial. Literasi produk ini dapat ditemukan pada perpustakaan yang menyediakan literatur bacaan dan terlibatnya generasi millenial didalamnya. Hasil berliterasi ini diharapkan mampu melahirkan pengguna perpustakaan yang berintelektual cerdas dan terampil (hard skill) serta berkemampuan lebih (soft skill). Menjadi generasi millenial yang dapat merubah paradigma pencari kerja (job seeker) menjadi pembuat lapangan kerja (job creator). Untuk itu perlu adanya dukungan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai upaya penopang perekonomian negara. Upaya ini harus ada sinergisitas antara pengusaha, pemerintah dan budaya literasi produk generasi millenial.         

Kata kunci: Literasi, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

PENDAHULUAN

 Di masa revolusi industri 4.0 menjelang masyarakat sosial 5.0 saat ini, piramida demografi Indonesia dipenuhi oleh usia produktif yaitu generasi millenial (lihat Gambar 1 Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2019). Perubahan era globalisasi tidak akan bisa kita hindari. Akan tetapi perubahan ini menjadi tantangan sekaligus peluang yang harus kita hadapi. Untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang tersebut sangat diperlukan modal dalam diri sebagai upaya berkemampuan bersaing dalam persaingan globalisasi dunia.

Pada hari senin tanggal 4 Januari 2016 resmi diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Barang dan jasa dari semua negara anggota ASEAN akan lebih bebas bisa masuk ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya, ekspor barang dan jasa Indonesia ke negara-negara mitra dagang lebih bebas. Bahkan, kawasan perdagangan bebas ini akan diperluas ke Cina, Jepang, dan Korea Selatan. (Aria, 2016). Persaingan yang semakin bebas ini mendorong suatu negara mempunyai keunggulan baik secara komparatif dan keunggulan absolut sehingga tetap eksis di ajang persaingan MEA. Setiap negara wajib menyiapkan diri dalam menghadapi persaingan.

Sebelum dimulainya era MEA, berbagai macam diskusi dan kesepakatan telah dipadukan dan dikoordinasikan oleh banyak yang berkepentingan baik pihak luar negeri dan dalam negeri muali dari unsur pemerintah, swasta maupun masyarakat. Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tanggal 28 Mei Tahun 2014 terdapat beberapa poin penting yang harus kita perhatikan yaitu:

  1. Masih terdapat pengangguran yang tidak kentara alias terselubung (disguised unemployment) dengan jumlah yang tinggi
  2. Masih minimnya jumlah wirausahawan baru sebagai upaya mempercepat pertambahan lapangan pekerjaan
  3. Tenaga kerja Indonesia mayoritas dilakukan oleh pekerja yang tidak terdidik yang mengakibatkan produktivitas rendahnya jumlah tenaga kerja
  4. Terdapat peningkatan jumlah pengangguran dari pada tenaga kerja berpendidikan dikarenakan ketidaksesuaian antara lulusan universitas dengan kebutuhan pasar oleh tenaga kerja
  5. Diantara sektor ekonomi terdapat ketimpangan produktivitas dari pada tenaga kerja
  6. Belum adanya perhatian yang maksimal dari pemerintah bagi sektor informal di arena lapangan pekerjaan
  7. Posisi pengangguran negara Indonesia menempati urutan tertinggi dari 10 negara Asean hal ini menunjukkan bahwa belum ada kesiapan maksimal tenaga terampil di era Masyarakat Ekonomi Asia (MEA)
  8. Terdapat tuntutan pekerja mengenai upah minimum, jaminan sosial ketenagakerjaan dan tenaga kontrak
  9. Masih banyak masalah tentang tenaga kerja Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri

Hal pokok yang harus disiapkan adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memiliki daya saing tinggi. Human capital yang layak akan dapat mempercepat pembangunan, perkembangan dan pertumbuhan negara. Untuk itu maka negara harus memperhatikan dan memanfaatkan secara maksimal segala sumber yang bisa mendukung dalam pengembangan human capital.

Adapun langkah yang bisa ditempuh dengan menumbuh kembangkan literasi (pembelajaran dengan media pustaka) dengan memperkuat keterlibatan sektor sarana publik berupa perpustakaan dengan keseluruhan jenisnya. Ke lima jenis perpustakaan (Qalyubi, 2003) yaitu Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Umum, Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Perguruan Tinggi dan Perpustakaan Khusus harus terselenggara dan terstandar serta saling terintegrasi. Perpustakaan sebagai ruang terbuka bagi masyarakat berkontribusi aktif dalam mendukung pembangunan sumber daya manusia, sekaligus bagian dari upaya mempercepat pengurangan kemiskinan yang disebabkan karena persoalan konektifitas dengan sumber daya pengetahuan (Bando, 2020). Hal ini mempunyai tujuan agar terbuka peluang SDM yang dapat menjadi wahana investasi. Investasi tidak hanya modal berupa rekening bank (tangible/nyata), tetapi modal juga berbentuk intangible (kasat mata tetapi dapat dirasakan manfaatnya) berupa pengetahuan (Flora dkk, 2019).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan yang mendukung UUD 1945 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, menyatakan bahwa perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan literasi masyarakat. Literasi masyarakat yang merupakan pengetahuan menjadi dasar pada kecerdasan manusia sebagai penentu kualitas sumber daya manusia.

Literasi oleh masyarakat dengan melibatkan peran perpustakaan memiliki keterkaitan penting dalam meningkatkan akses pengetahuan yang mudah dan murah sampai ke pelosok negeri. Melibatkan fungsi perpustakaan akan mewujudkan sumber daya manusia yang unggul, mandiri dan berdaya saing di era global. Perpustakaan dan sumberdaya didalammnya memiliki peran penting dalam menentukan transfer pengetahuan untuk membentuk budaya literasi. Dengan kemampuan literasi yang memadai, masyarakat tidak mudah terjerumus pada informasi yang palsu dan menyesatkan.  (Bando, 2019).

MEA adalah suatu ajang bagi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang mempunyai model pengintegrasian ekonomi Asia dengan membentuk suatu sistem perdagangan antar negara anggota ASEAN dengan free trade (secara bebas).  Ada 4 poin karakteristik dalam Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN diantaranya:

  1. Pasar Tunggal dan Basis Produksi,
  2. Kawasan Ekonomi Kompetitif,
  3. Pembangunan Ekonomi yang Setara,
  4. Integrasi ke dalam Ekonomi Global (AEC, 2008).

Jika dilihat secara positif maka MEA merupakan sarana yang dapat mempersempit kesenjangan antar negara-negara ASEAN pada perkembangan pertumbuhan ekonomi karena adanya saling membutuhkan antar anggotanya. MEA dapat menjadi peluang yang baik sebab tidak banyak sekat dan hambatan dalam perdagangan. Sehingga akan berdampak untuk meningkatkan jumlah ekspor guna meningkatkan GDP (Gross Domestik Product) negara Indonesia.

METODE

Penelitian ini memakai metode kualitatif yang mana berlatar alamiah dengan menjelaskan fenomena yang terjadi dan melibatkan metode yang ada. Maka dilakukan pendekatan dengan analisis teknis bernalar kritis. Selanjutnya teknik analisis melibatkan interpretasi memakai kritis (pendekataan kualitatif).

Sumber dan jenis data berasal dari jurnal dan literatur terkait baik hard copy maupun softcopy dengan cara induktif. Sehingga menemukan kenyataan majemuk sebagai mana sesuai data. Hal tersebut untuk membuat hubungan peneliti dan responden bersifat eksplisit, bisa akuntabel dan dapat dikenali.

PEMBAHASAN

 1. Suasana Persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN

Sebagai masyarakat ekonomi ASEAN yang mempunyai model mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan membentuk sistem pengintegrasian perdagangan free trade (secara bebas) antar anggotanya. Dalam pernyataan Prospeling Regionally Thinking Globally – Asean Economic Community tahun 2015 bawan MEA bertujuan sebagai wahana Pasar Tunggal dan berBasis Produksi di Kawasan Ekonomi yang lebih dinamis dan Kompetitif. Hal ini membuat tantangan bagi anggota ASEAN. Setiap negara anggota harus siap dan mampu bersaing pada kancah pemasaran secara global. Karena sekat antar negara tidak ada lagi batasannya diantara anggota wilayah ASEAN.

Hal tersebut membentuk persaingan berupa jasa maupun produk. Ditengah persaingan tentulah faktor sumber daya manusia merupakan unsur yang sangat penting dimiliki masing-masing negara. Daya saing sumber daya manusia merupakan garda terdepan sebagai modal dalam memenangkan strategi persaingan ini. Persainggan sumber daya manusia menjadi ketat antar negara karena bebas memilih pekerjaan antar negara ASEAN.

Semua pengguna jasa yaitu perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja tidak hanya membutuhkan keahlian yang sesuai pendidikan dari bangku formal. Akan tetapi perusahaan akan lebih memilih pekerja yang mempunyai keahlian dan kemampuan tambahan (soft skill). Secara umum pengguna pekerja memerlukan keahlian pekerjaan sebanyak 18% hard skils (keterampilan fisik) dan 82% soft skils (keterampilan akal/psikis). Hal ini karena dianggap menguntungkan dalam mendukung capaian visi dan misi perusahaan.

Untuk memenangkan strategi persaingan di kancah MEA, Indonesia harus bisa mengatasi masalah mengenai:

  1. Masih terdapat pengangguran yang tidak kentara alias terselubung (disguised unemployment) dengan jumlah yang tinggi
  2. Masih minimnya jumlah wirausahawan baru sebagai upaya mempercepat pertambanhan lapangan pekerjaan
  3. Tenaga kerja Indonesia mayoritas dilakukan oleh pekerja yang tidak terdidik yang mengakibatkan produktivitas rendahnya jumlah tenaga kerja
  4. Terdapat peningkatan jumlah pengangguran dari pada tenaga kerja berpendidikan dikarenakan ketidaksesuaian antara lulusan universitas dengan kebutuhan pasar oleh tenaga kerja
  5. Diantara sektor ekonomi terdapat ketimpangan produktivitas dari pada tenaga kerja
  6. Belum adanya perhatian yang maksimal dari pemerintah bagi sektor informal di arena lapangan pekerjaan
  7. Posisi pengangguran negara Indonesia menempati urutan tertinggi dari 10 negara Asean hal ini menunjukkan bahwa belum ada kesiapan maksimal tenaga terampil di era MEA
  8. Terdapat tuntutan pekerja mengenai upah minimum, jaminan sosial ketenagakerjaan dan tenaga kontrak
  9. Masih banyak masalah tentang tenaga kerja Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri

2. Kesadaran darurat Literasi Produk dalam menghadapi MEA

Setelah 1 dekade MEA berjalan sejak tahun 2015, Negera Indonesia masih mempunyai masalah penting sebagai penawar manjur supaya memenangkan strategi persaingan di arena MEA. Dalam tulisannya Becker menyatakan bahwa modal bukan selalu berupa rekening bank maupun uang. Perpustakaan, tempat pendidikan, kursus, pelayanan kesehatan adalah suatu modal sebagai investasi.

Pengetahuan dan keterampilan yang dipunyai oleh angkatan kerja adalah Human capital. Modal kerja adalah hal penting yang sudah menjadi bukti nyata di Asia Timur yang sekarang sudah menjadi eksportir yang berdaya saing dalam waktu yang cepat. Hal ini dikarenakan adanya fokus pengembangan dalam sumber daya manusia sebagai prioritas yang diutamakan pada pembangunan dan pengembanan pertumbuhan ekonomi negara.

Pengetahuan adalah faktor yang paling crusial sebagai indikator kesuksesan ekonomi dan status sosial seseorang. Dalam pembangunan masyarakat miskin tidak semestinya hanya mengandalkan tanah, peralatan atau energi. Akan tetapi pembangunan pengetahuannya merupakan unsur ekonomi kualitatif yang mana disebut dengan human capital. Untuk mendukung human capital tersebut maka angkatan kerja yang ada yaitu generasi millenial untuk aktif membangun budaya literasi produk.

Hal ini sejalan dengan tema rakornas Perpustakaan Nasional hari Jumat pada tanggal 21 Februari 2020 yaitu “Penguatan Budaya Literasi Wajib Untuk Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia Unggul”.  Kemampuan Literasi bukan lagi sebatas baca tulis akan tetapi sudah dapat memaknai dan memahami segala informasi maupun ilmu pengetahuan yang diperoleh dan mengkreasi berbagai produk dan jasa (Bando, 2020).

Terdapat 5 jenis perpustakaan yang dapat membantu literasi produk generasi millenial diantara:

  1. Perpustakaan Nasional
  2. Perpustakaan Umum
  3. Perpustakaan Sekolah
  4. Perpustakaan Perguruan Tinggi
  5. Perpustakaan Khusus

Pada perpustakaan tersebut budaya literasi produk akan terbentuk sebagai modal generasi millenial dalam menghadapi era MEA. Masyarakat generasi millenial dapat menggunakan literatur sesuai spesifikasi keahlian untuk meningkatkan pengetahuannya.  Apabila generasi millenial ini bisa diandalkan maka tentu bisa menjadi pejuang negara dalam pembangunan sesuai hal-hal  yang tertuang pada SDGs. Diantara hal tersebut terdapat 6 unsur yang dapat dilakukan (Akbar, 2019) yaitu:

  1. Mendukung program pemerintah dalam pembangunan.
  2. Memakai produk-produk asli Indonesia.
  3. Ikut serta dalam acara kegiatan sosial.
  4. Membayar pajak.
  5. Belajar dengan sungguh-sungguh dan bertekad membangun Indonesia di masa yang akan datang.
  6. Berusaha membuat lapangan pekerjaan baru yang dapat menampung pengangguran di Indonesia.

Hasil berliterasi generasi millenial diharapkan mampu melahirkan pengguna perpustakaan yang berintelektual cerdas dan terampil (hard skill) dan berkemampuan lebih (soft skill). Menjadi generasi millenial yang dapat merubah paradigma pencari kerja (job seeker) menjadi pembuat lapangan kerja (job creator). Pengguna perpustakaan generasi millenial mampu melakukan literasi produk baik itu produk dalam negeri maupun luar negeri yang telah beredar  sesuai kebijakan MEA.

Apabila hal tersebut dapat dilakukan  maka akan mendapat manfaat positif karena mampu memilah dan mengubah budaya literasi dalam meningkatkan kemampuan pengetahuannya. Generasi millenial yang semula konsumtif berubah menjadi produktif sebagai wirausahawan/pengusaha. McClelland dalam Hendrawan dkk tahun 2012 menyatakan bahwa suatu negara dapat dikatakan makmur / sejahtera jika mempunyai jumlah pengusaha (entrepreneur) sebanyak 2% dari jumlah keseluruhan penduduknya.

Jumlah pengusaha di Indonesia jika sampai saat ini semakin banyak maka dapat memberi kesejahteraan negaranya. Skala besarnya usaha baik ditingkat mikro, kecil dan menengah mempunyai peran vital /penting dalam pengembangan pertumbuhan dan pembangunan Ekonomi negara. Usaha mikro, kecil dan menengah merupakan tulang punggung suatu negara maju dan negara berkembang. Pernyataan Thornburg dalam Tulus tahun 2009 tersirat bahwa negara maju seperti Perancis, Jerman, Kanada dan Jepang menjadikan UMKM sebagai motor penggerak yang penting terhadap pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi dan kreativitas berinovasi.

Teknologi yang semakin berkembang dapat mendorong seseorang melakukan inovasi. Adanya inovasi memberikan perubahan orientasi dari importir menjadi eksportir. Akan tetapi sampai saat ini UMKM dalam berorientasi eksportir masih terdapat permasalahan. Hambatan tersebut mengenai kelembagaan dan bisnis yang tidak dapat terpecahkan UMKM seperti akses ke pasar ekspor, adanya resiko jika termasuk penggelapan, adanya biaya kirim besar dan aturan yang berbelit pada pemerintahan, adanya peminjaman keuangan untuk kredit yang kurang fleksibel dengan adanya biaya tambahan yang memberatkan dan lain sebagainya.

Pengusaha millenial akan berhasil di kancah MEA tentu membutuhkan dukungan yang saling terkait dari pihak-pihak yang bersangkutan diantaranya pemerintah, budaya literasi produk generasi millenial dan pelaku bisnis. Adapun model yang bisa kita gambarkan adalah sebagai berikut:

PENUTUP

 Kesimpulan :

Perubahan merupakan suatu keharusan yang kita lakukan ditengah persaingan MEA. Melalui perpustakaan maka literasi produk generasi millenial akan dapat terasah dalam rangka mendapatkan ilmu pengetahuannya. Sehingga fungsi investasi intangibel (kasat mata tetapi dapat dirasakan manfaatnya) akan didapatkan. Penggunaan perpustakaan tersebut akan dapat lahir generasi millenial pengusahawan yang menciptakan lapangan pekerjaan. Pengguna generasi millenial memanfaatkan secara maksimal perpustakaan sehingga dapat mendirikan Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM) yang mampu bersaing di kancah MEA dan dapat menopang perekonomian negara. Untuk itu penulis berpendapat bahwa perlu keterpaduan antara pemerintah, Budaya Gerakan Literasi Produk Generasi Millenial dan Pelaku Bisnis.

 Saran:

Penguatan berbagai jenis perpustakaan harus mendapat dukungan penuh dari negara. Karena perpustakaan khusus bekaitan erat dengan lembaga-lembaga yang berkenaan dengan terciptanya produk dan jasa usaha UMKM. Hal tersebut guna mewujudkan budaya literasi generasi millenial yang tangguh bersaing di kancah MEA dalam mendukung kemajuan negara mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul yang dapat menghasilkan produk dan jasa berkualitas ekspor. Melalui perpustakaan seluruh segmen masyarakat mempunyai hak dan kesamaan kewajiban dalam melakukan literasi mewujudkan keunggulan generasi, memajukan dan memuliakan negeri.

Daftar pustaka

Aria, Pingit. 2016. Diakses dari: https://bisnis.tempo.co/read/732756/mea-mulai-berlaku-hari-ini-apa-saja-produk-andalan-indonesia/full&view=ok

 Bando, Syarif. 2020. Diakses dari :https://www.antaranews.com/berita/1310938/perpusnas-pustakawan-berperan-membentuk-budaya-literasi

Gerry Beckker, 2015. Human Capital.

Indriani. 2020. https://www.antaranews.com/berita/1310938/perpusnas-pustakawan-berperan-membentuk-budaya-literasi

Prinsip-prinsippemasaran Kotler P. & Armstrong G. (2006)

Rozali, Ahmad. 2018. https://www.nu.or.id/post/read/100483/generasi-milenial-bisa-jadi-pemersatu-di-tengah-derasnya-hoaks-dan-kampanye-politik