oleh: Andri Rizki Fahrizal *)

Selesai sudah masakanku. Oseng kangkung, tahu dan sambal adalah nama menunya. Ini akhir bulan. Sisa keringat suami ku harus aku hemat-hemat. Di dalam dompetku ada dua ratus ribu. Biasanya cukup untuk satu Minggu menyambung pada gajian berikutnya. dan setelah Kami baru saja selesai makan, tiba- tiba hp berdering, setelah saya lihat ternyata Ibu menelepon.

“Yun, Ibu ini lagi jalan ke rumah mu. Mumpung libur kerjanya. Kamu di rumah, ‘kan?” katanya dari seberang.  Aku menelan ludah.

“Yun! Walah anak ini diajak ngomong kok malah ngelamun toh”.

“Iya…iya  bu, saya ada dirumah kok,bu.”

Bu, minggu kemarin kan yuyun sudah  kerumah,nengok ibu.liburan  baiknya ibu istirahat aja,kan enak santai dirumah.gak capek-capek pergi ke  Bekasi, kataku sambil garuk-garuk kepala.

“Ibu bosan dirumah ,yun. Pokoknya ibu tetap pergi ke Bekasi besok. Tunggu ibu iya,yun?.

Aku cuma menarik nafas panjang,sambil  mematikan panggilan telepon.  Suami ku nyeletuk…”Hmm,Ngapain ibu kesini lagi?. Kan  kamu sudah  main kerumah  ibu minggu kemarin”

“mungkin ibu masih kangen sama anak kita mas,mumpung  libur kata ibu”. Sambil aku duduk disamping suamiku yang sedang nyeruput kopi hitamnya.

Aku paham keberatan suamiku kalo ibu main kerumah kecil kami. Sebab pasti suasana rumah akan mencekam dengan sifat ibu yang perfeksionis, ibu paling teliti soal kebersihan rumah  dan lagi ini sedang tanggal tua.apa nanti yang akan disuguhkan kepada ibu?. Tidak mungkin dong kalo kami suguhkan menu lauknya Cuma ikan asin dan telor selama ibu berada dirumah kami.  Aku tidak pernah mengeluh akan kondisi keuangan rumah tanggaku kepada ibuku. Aku gak mau membenani pikiran beliau. 

Selama ini aku selalu mengabarkan bahwa kondisi kami semua baik-baik aja, meskipun  usaha  bengkel las suamiku sedang sepi.  Aku sering mengatakan kami sudah makan dengan lauk yang enak-enak dan leza, padahal lauk pauk yang ada dirumah Cuma tahu, tempe dan ikan asin. Terkadang aku ingin juga bekerja  tetapi suamiku  melarang dengan alasan anak kami tidak ada yang mengasuhnya. Aku memaklumi alasan suamiku. Perlakuan ibu kepada aku seolah masih menganggapku masih anak kecil, meski aku sudah berumah tangga dan punya anak.

Aku baru aja selesai memberi makan anakku saat ibu datang. Kulihat wajahnya begitu bahagia  bisa ketemu dengan anakku. “Duh gantengnya cucu ibu, sudah selesai kamu kasih makan anakmu,yun? tanya ibu kepada diriku ”. sudah bu,jawab ku. “Ayo ibu  makan dulu,pasti ibu sudah lapar selama perjalanan tadi”. 

“Kok tumben masak ikan asin, tempe goreng, sambal terasi dan sayur asem,yun?” tanya ibu saat aku membuka tudung saji.

“Iya bu, ini permintaan mas yuda. Jawabku tanpa berani menatap wajah ibu”

“Oh…gitu. Ya  sudah gak apa-apa. Sini temanin ibu makan”

Aku menatap wajah ibu yang sudah mengeriput dimakan usia. Merasa bersalah karena sudah bohong padanya. Setidaknya hal ini gak bikin ibu kepikiran kalo ibu tau kondisi keuangan keluarga kami. Biarlah ibu merasa tenang dan bahagia di usianya yang semakin menua.

“Enak,yun sambalnya.  Aku tersenyum. Ibu nambah iya makannya? . sambil aku mengambil kan nasi dan lauknya lagi.”

“ Mana suami kamu,yun. kok ibu dari tadi gak liat yuda?”. 

“ Ada di bengkel las,bu. Jawabku”

“Gimana ramai ga bengkelnya,yun?”.  alhamdulilah ramai,bu. Berkat doa ibu, sambil aku mencium pipi ibuku. Dalam hatiku berkata, “Oh ibu, maafkan anakmu yang  sudah membohongimu”.

“Yun, tegur ibu yang menyadarkan lamunanku.  Kamu sudah mengantarkan makan siang untuk yuda?”.

“Astagfirulah, aku lupa bu.  Buru-buru aku menyiapkan makan siang untuk suamiku.memasukan sisa nasi di magic com ke kotak bekal, menuangkan sayur asem,  ikan asin, tempe dan sambal”.

“Aku pergi dulu,bu. Titip eko, ya bu.” 

“ iya,hati-hati dijalan”.

Cuaca siang ini sangat terik sekali saat aku sampai di bengkel las suamiku.

“Mas”, panggilku. Suamiku menoleh, tersenyum tipis. Jelas terliat kemarahan suamku karena aku telat mengantarkan bekal makan siangnya.

“ taroh di atas meja aja, mas masih sibuk kerja” katanya sambil melanjutkan kerjaannya.

“Maaf telat datang ngirim bekalnya iya,mas” kataku.

“ya…,” jawab singkat suamiku. 

“Aku pamit pulang lagi,mas”.

Setelah sampai dirumah, aku liat ibu sedang menyuapi eko dengan sop  ayam. “ibu beli?” tanyaku.

“gak, di kasih sama ani.katanya dia masaknya agak banyak”. Dahiku mengernyit, seolah tak percaya sebab kondisi  keluarga ani juga sama dengan kondisi keuangan  keluarga aku.

“Cepat kamu makan sana. Ibu sudah makan”.

“oh iya, ngomong-ngomong ibu rencananya kapan pulangnya?”.  Tanyaku dari ruang makan.

“ 2 atau 3 hari lagi , boleh iya yun?”

“Boleh dong,bu. Yuyun malah senang ibu lama dirumah.” Kataku.

Jujur aja, didatangi orangtua ibarat seperti  oase fatamorgana. Hari-hari berat akan beban jadi terasa ringan karen a melihat senyum bahagianya. 

Suamiku pulang agak lebih sore dari biasanya. Suamiku menghampiri ibu yang kebetulan  sedang menonton tv.

“Bu, yuda harus lembur.alhamdulilah sedang banyak orderan” katanya sambil menyalami ibu.

Tiga hari berlalu, selama tiga hari itu, aku selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk ibuku.

“Ibu pulang dulu.kamu hati-hati dirumah.jagain eko”. Ibu menasehatiku dengan berkaca-kaca. Mungkin ibu masih terasa berat hati meninggalkan kami sekeluarga.

“Iya,bu. Ibu juga jaga kesehatannya, ya bu”. Pesanku.

Ibu mengangguk.lalu naik ke ojek motor yang sudah lama menunggu.

“Assalamualaikum”

“Wa’alaikumsalam”

Aku menarik napas panjang.jujur aja, aku juga berat hati melihat kepergian ibu. 

Aku buka dompetku, tersisa lima rbu rupiah. Helaan napasku terasa semakin berat aja

Sore harinya ani tetanggaku menyapaku yang sedang  menemani eko bermain.

“ udah pulang ibumu,yun?”. tanya ani,tetanggaku.

“ udah , oh iya ngomong=ngomong makasih lho sop ayamnya”.

“Aku yang harusnya terima kasih,yun. ibumu baik banget udah belikanku sop ayam dan juga belikan es krim buat fadli”. Jawab tetanggaku.

Deg!!! Aku tertegun.

“Kamu ketemu ibu dimana?”

“Di warung  Bu yeni.kami bercerita sedikit.semoga ibumu sehat selalu. Aku pamit dulu,yun”. kata tetanggaku.

Aku masih menunggu kepulangan suamiku  untuk meminjam hp nya.mau nanykan  pada ibu kebenaran ucapan tetanggaku. Sambil menggu suamiku pulang kerja, aku bersihkan  kamar yang  ditemapti ibu selama menginap. Aku terkejut ketika  bantal bekas ibu tidur aku angkat, ada uang sepuluh lembar uang seratus ribu yang  di simpan dibawah bantal. Aku menangis  saat aku  membaca tulisan  yang disatukan dengan uang tersebut.

“Terima kasih kamu udah berikan yang terbaik buat ibu. Sungguh ALLAH SWT teramat baik hati menjadikanmu anakku.  Untuk anak ibu yang selalu bohong, namun ibu begitu bangga karenanya.  Ibu doa kan kalian sehat- sehat selalu.”

*) Penulis adalah Pustakawan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Singkawang